Monday, June 27, 2005
pada cahaya yang tinggal separuhnya part I

Pada Cahaya yang Tinggal Separuhnya….

Akhir Agustus yang panas adalah pertemuan pertamaku dengannya. Aku bertemu dengannya ketika buah durian mulai berjatuhan dari pohon. Ketika ikan Mata Bulan dengan dipanen dari laut. Ketika udang-udang gemuk mulai langka. Ketika kota sudah menjadi puing—sebagian menjadi arang dan sebagian menjadi debu.

Aku bertemu dengannya pada tahun kedua perjalanan risetku.

Aku melihatnya pertama kali ketika aku sedang mengoleskan selai kacang pada roti sarapan pagiku. Ia datang dengan pesawat paling pagu. Tapi aku tidak berbicara sama sekali dengannya. Hanya kulihat dia turun dari Kijang biru. Ia memakai kaus dan celana jins, ransel dipunggungnya dan sebuah tas pakaian berwarna hitam.

Aku melihatnya dari restoran hotel, sedang ia di lobi mengurus registrasi. Dari restoran, lalu lalang orang-orang di lobi dapat terlihat dengan jelas.

Sebenarnya aku tak begitu memperhatikan dia.

* * *

aku mengunjungi sebuah tempat yang murung

Aku datang pada bukan Juni dua tahun yang lalu, ketika kerusuhan yang kedua meledak. Sebelum tiba, sebenarnya aku membayangkan yang indah-indah tentangnya. Diantaranya aku membayangkan mimpi-mimpiku terbayarkan—mengunjungi tempat-tempat dengan angin laut yang tak pernah berhenti berdesau, kepulauan yang eksotik, dengan tabuh-tabuhan dana tari-tarian, dengan udang-udang yang gemuk dan gurih, ikan segar, dan rempah-rempah yang hangat. Aku membayangkan akan menjalani ekspedisi seperti Old Shutterhand, bertemu orang-orang yang asing dan aku akan bersahabat dengannya. Lalu, aku akan menikahi sang kepala suku dan hidup bahagian selama dua tahun masa tugasku.

Ternyata tidak. Aku tidak bisa membayangkan yang indah-indah tentangnya.

Sebab aku menonton televisi dan membaca koran setiap hari.

Dan aku terpaksa menelan berita-berita itu.

Aku pernah punya peta panduan wisata kepulauan Maluku (yang belakangan kusadari panduan wisata itu milik masa lalu dan kini tak lebih dari sekadar omong kosong). Dari sana, aku tahu bahwa kepulauan itu memiliki pantai-pantai cantik, yang pasirnya putih degan taburan kulit-kulit kerang berbentuk lucu, yang airnya biru bening, dengan langit yang segar. Aku membaca beberapa artikel mengenai tempat-tempat di kepulauan itu. Halmahera yang di peta tampak serupa burung mabuk yang terbang miring kesana kemari. Masohi, si ibukota pulau ibu, Seram. Namlea yang dibangun oleh tapol-tapol tanpa pengadilan di Buru. Bandanaira dengan pantai terindah di dunia. Juga Ambon, si ibukota kepulauan yang punya banyak café gubung di pinggir pantai—tempat dimana gunung dan pantai dapat dilihat pada satu hamparan.

Tapi aku juga melihat kota itu hancur lantak. Seperti perahu kertas yang diremas menjadi satu gumpalan.

Pulau itu mulai terlihat tapat pada pukul dua belas waktu setempat. Dari jendela pesawt udara, awan-awan kapas dihadapanku muau berubah menjadi hijau, sebentar kemudian biru. Ambon adalah kota pertama yang aku datang. Selanjutnya aku akan maraton mengunjungi kota-kota lain di kepulauan itu. Pulau-pulau itu tampak kecil dari atas. Pesawat meliuk-liuk, aku berdesir. Tempat yang sedih. Tapi akhirnya aku sampai disana juga. Ruang yang bergolak, tanahnya bergetar, ada darah dimana-mana. Adrenalinku meninggi.

Rasa takutku juga.

Pendaratanku sempurna. Telingaku sedikit peka, perjalanannya cukup lama. Di bandara, beberapa serdadu berjaga-jaga. Wajahnya dingin, mulutnya datar, matanya beku. Ia seperti manekin tanpa senyum yang membawa senjata. Apa jadinya jika ada anak-anak yang melihat senjata di tangannya yang dalam posisi siap ditembakkan. Mungkin si anak akan membayangkan mengapa si manekin setua itu masih senang bermain perang-perangan. Perang memang permainan, dan sebuah pelajaran membunuh. Dilihat dari cara memegangnya, ia pasti sudah sangat terlatih. Siap menembak, siap meletus, siap melukai siapapun.

Pasti tidak enak jadi si manekin itu.

Melihat tataoan dingin, curiga, dan tidak bahagia miliknya, ia pastilah—jika bisa memilih—ingin menjadi pemilik restoran saja, atau menjadi pelawak saja, atau menjadi bintang film saja.

Aku berhasil keluar dari bandara setelah aku menunjukkan KTPku. Aku jadi ingat, tadi laki-laki disebeleahku berkata, ‘ Jangan lupa menunjukkan pengenal jika bertemu tentara. Kalau tidak, bisa-bisa kamu dituduh provokator.’

‘ Taoi jangan tunjukkan KTPmu kalau kamu masuk wilayah kerusuhan. Hapalkan saja sepotong ayat dari Bibel atau Qur’an supaya kamu dapat selamat,’ tambahnya. Petunjuk teknis yang selalu dipesankan setiap orang.

Aku mengangguk. Jadi aku harus berhati-hati pada dua hal. Yang pertama si serdadu—yang katanya ingin mengamankan wilayah. Yang kedua si penduduk yang sedang berkelahi membela agamanya. Laki-laki disebelahku terus nerocos tentang tidak amannya wilayah itu.

Sampai akhirnya aku mendarat di temoay ini. Sebuah tempat dengan peperangan. Bagiku, peperangan hanyalah sesuatu yang kubaca dalam pelajaran sejarah, pelajaran tentang perjuangan bangsa, atau pelajaran tentang pendidikan moral yang aneh dan membosankan itu. Aku tidak pernah tahu soal peperangan. Terbersitpun tidak.

Nyatanya aku kini di tempat ini. Tempat dimana bom siap meledak kapanpun. Dimana-mana ada senjata, yang diselundupkan dan dijual diam-diam di pelabuhan. Dimana-mana ada anyir. Angin teluk berhembus menebarkan bau bangkai yang membusuk. Kematian daging-daging, tulang-tulang, darah-darah.

Aku memang tidak punya referensi tentang perang.

Makanya aku kaget setengah mati, waktu aku mendapat tugas untuk riset dua tahun disini. Aku memang suka jalan-jalan, suka berkelana. Tapi tidak untuk perjalanan yang resiko kematiannya sangat tinggi seperti disini.

Walaupun pada akhirnya aku menerima juga tugas itu.

Dan aku ada di kota ini. Membuat riset panjang, dan dua tahun mesti live in; memantau tahapan konflik, sejak meletus. Syukur-syukur kalau pertikaiannya cepat selesai. Setelahnya, riset ini akan digunakan untuk merancang peace building. Walau katanya, untuk memulihkan kondisi yang akut pasca konflik dan kerusuhan butuh waktu paling tidak tiga generasi. Tapi, dengan aktivitas ini, diharapkan proses perdamaian akan mengalami akselerasi.

Tiga generasi untuk memulihkannya. Aku membayangkan tiga generasi itu artinya aku, ibu, dan nenekku. Astaga! Tiga generasi. Betapa lamanya.

Dari bandara Pattimura di Laha, aku dijemput oleh seseorang bermarga Latumerissa. Tujuan pertamaku adalah wilayah Kristen di Air Salobar. Dengan menumpang ojek binter tua, aku dibawa menuju teluk. Aku mencium bau laut yang segar. Tapi baunya amis juga. Aku berharap ini bukan manusia. Semoga ini bangkai ikan.

Aku komat-kamit berdoa.

Latumerissa tertawa. Ia menertawakan aku yang sedang berdoa. “Sudah, jangna punya agama disini. Punya agama bahaya. Paling sial kamu pulang tinggal nama,” ia tertawa ngakak.

Aku juga tertawa. Tawa sebal.

Karena jalan darat tak akam, aku ke Air Salobar dengan menumpang kapal motor. Aku naik kapal motor bertuliskan “Do’a Mamma” (dengan tanda petik di dema huruf ‘a’ dan dobel huruf ‘m’). Disisi kanan dan kiri kapal motor ada gambar perempuan tidak cantik dengan baju berdada rendah. Seperti gambar-gambar pada kotak truk di Jawa.

Aku berharap semoga mereka tidak seperti orang Dayak yang kabarnya bisa mencium darah Madura. Kalau ketahuan aku bukan Kristen mereka bisa membunuhku. Satu-satunya ayat Bibel yang kutahu hanyalah “Segala sesuatu yang telah dipersatukan oleh Tuhan tidak bisa dipisahkan oleh Manusia”. Ayat yang kuhapal karena ibuku bekerja di percetakan undangan pernikahan.

Kalau begini caranya mending aku tak punya agama saja.

Tapi negara ini mewajibkan warga negaranya punya agama. Di KTPku tertulis agamaku.

Ingin rasanya kubuang saja KTPku ke laut.

Sampai di daratan, kulihat dimana-mana ada sisa pembakaran. Ini kerumunan massa teramai dan tersadis yang pernah kulihat setelah kerusuhan Mei 1998. Bajingan! Jam-jam pertama kedatangan, aku sudah disuguhi dengan “happening art”—seorang pria dipukuli dengan ratusan tongkat kayu, juga sesuatu sejenis belati. Drama diakhiri dengan kematian. Perut terburai. Darah segar berleleran di jalan.

Aku mau muntah. Tapi aku harus membiasakannya.

Aku kepingin menangis. Tapi tak mungkin. Aku menyembunyikan KTPku dibawah kaus kaki.

Latumerissa menarikku dari kerumunan. Mengajakku naik angkot. Orang-orang di angkot sibuk membicarakan pembunuhan itu. Latumerissa banyak berbicara. Diantaranya—“Betapa herannya aku. Orang disini dapat bertahan dalam kondisi ini selama setahun lebih.”

”Lha, orang-orang Israel dan Palestina nyatanya sampai bertahun-tahun,” tukasku mengingatkan.

Oh ya, disini ada juga jalur Gaza, tepatnya dibelakang Hotel Mutiara—aku pernah tinggal disana selama seminggi. ‘Jalur Gaza’ ini perbatasan Kristen dan Muslim. Daerah yang paling sering bentrok. Gereja dan Masjid disana sudah dua kali dibakar.

Lalu hidupku berjalan dalam tahun-tahun yang berlalu disini.

Aku berpindah-pindah. Tidak ada yang pasti disini. Pakaian yang baru saja dicuci selalu kukembalikan lagi dalam koper troliku. Jadi, kalau harus pergi dengan mendadak, aku tidak perlu lagi berkemas.

Pernah aku tinggal di hotel, keuskupan, rumah penduduk, kantor ornop, atau lokasi pengungsian. Aku mendapat data-dataku dengan melakukan wawancara, diskusi, atau turut sderta dalam kegiatan ornop yang menajdi mitra. Kadang aku juga diam saja. Seharian tidak melakukan apapun. Hanya berdiam di rumah singgah. Mendengar berita dari radio amatir, isinya propaganda-propaganda dengan pemberitaan tidak berimbang.

Old Shutterhand sepertinya hanya ada dalam imajinasi Karl May. Betapa beruntungnya Kara Ben Nemsi yang mendapatkan banyak sahabat-sahabat di tempat-tempat yang dikunjunginya.

Aku juga mengenal banyak orang-orang baru disini. Walau, semenjak pertikaian meruyak, orang-orang acapkali memandang orang lain dengan curiga. Aku memang punya teman-teman, dimana aku bisa bekerja dengan baik padanya. Tapi tidak ada kawan yang benar-benar dekat. Tak ada seorangpun yang dapat membuatku bebas berkata dan bercerita tentang apa saja. Tak ada seorangpun yang dapat menunjukkan padaku bentuk bintang laut dengan penuh ketakjuban. Tak ada seorangpun yang dapat berdiri bersamaku di jembatan pinggir pantai. Tidak ada teman berbagi yang akrab, seakrab Old Shutterhand dan Winnetou. Tak seorangpun.

Sebab setiap hari adalah perang. Dan perang. Setiap hari adalah mendata berapa banyak manusia yang mati, dimana mayatnya. Setelahnya kadang yang kulakukan adalah mendongeng untuk anak-anak di pengungsian. Mengajarinya menggambar atau menyanyi. Meyakinkan pada mereka bahwa dunia selalu manus dna baik-baik saja.

Baik-baik saja.

Seperti hari itu. Kerusuhan meledak di Poka. Anak-anak dibakar dihadapanku. Disusul ayah dan ibunya. Dunia selalu manis dan baik-baik saja.

Peristiwa yang selalu membuatku terbangun pada tengah malam.

Aku teringat betul setiap detail eksekusi keluarga itu. Bayi yang menetek pada ibunya itu menangis. Kakak perempuannya dengan kaus merah bergambar beruang Winnie dan rok bunga-bunga. Ayahnya memohon ampun. Tapi, orang tak peduli. Minyak tanah disiramkan membasahi sekujur. Lalu api disulutkan. Mereka terbakat. Menangais histeris sebelum letupan kecil membuat mereka seperti batu bara yang dipanaskan/

Aku hanya tahu aku kaku waktu itu.

Dan eksekusi itu selalu membuatku terbangun pada tengah malam. Dengan jantung berdegup-degup, seperti ketika berlari-lari siang tadi.

Di pengungsian, aku meyakinkan pada anak-anak bahwa dunia selalu manis dan baik-baik saja. Ini adalah kebohongan terbesarku.

Mereka bermaik bayi-bayian dengan selendang tua. Menyuapinya dengan gelas dari kaleng susu karatan. Berbelanja dengan uang dari pecahan genting. Dunia selalu manis dan baik-baik saja.

Hari-hariku berjalan seperti biasa.

Hari-hariku adalah memetakan pertikaian. Mengukur sampai dimana tahapnya. Menganalisis pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Mengikuti perkembangan isu, dan merumuskannya dalam sebuah formula. Aku seperti dokter yang sedang mendeteksi penyakit lalu memberi resep obat yang bisa menyembuhkan.

Ini terkadang menjemukan dan menyiksa.

Jika aku hampir mati bosa, dan suasana sedang tenang, aku akan berjalan-jalan sendirian. Ke pantai, mengumpulkan kerang yang seperti kancing-kancing baju atau bercakap-cakap dengan udang asam manis yang akan kusantap.

Ini adalah tahun kedua perjalanan risetku

 
posted by kembang_jepun at 10:27 AM | Permalink | 2 comments
Sunday, June 12, 2005
candu
cintamu itu juga candu. selalu menagihku untuk kembali.
that a place called home.

ps; kamu pasti tersenyum bacanya. iya ini untukmu kok:)
 
posted by kembang_jepun at 12:36 PM | Permalink | 1 comments
membayangkan ternate dan halmahera
membayangkan ternate dan halmahera. aku ingat sensasi ketika pesawat mendaratkan rodanya di bumi ternate. lautan yang biru, pulau dengan seribu gunung. indah sekali. bandara yang seperti terminal di kota-kota kecil di jawa tengah macam temanggung atau wonosobo atau banjarnegara. hawanya panas. bau laut terasa. hawa yang menyenangkan. riuh rendah orang-orang di bandara, ada yang menawarkan tumpangan omprengnya, ada yang menawarkan mutiara, ada yang menawarkan untuk diangkat barangnya. riuh rendah yang mengingatkan masih banyak peer bagi bangsa ini. mengelola rakyat dan kemiskinannya. diluar ada banyak sekali pohon pala. sesekali bangunan yang rusak bekas kerusuhan beberapa tahun yang lalu.

ada banyak gunung dan seribu benteng di sana. aku jadi membayangkan, betapa menawannya pulau ini.disinilah pertama kali kolonial belanda menjejakkan kakinya. jatuh cinta pada pulau ini, jatuh cinta pada palanya, jatuh cinta pada rempahnya. perjalanan dari bandara ke kota cukup dekat. kita akan melihat gunung dan pantai dalam satu hamparan. kita akan melihat pulau maitara, tidore, dan halmahera dari kejauhan sana. seperti tergambar dalam uang seribu rupiah.

tempat yang indah tapi sedih. indah tapi miskin. indah tapi berserak. indah tapi tangis. kapal motor kami melaju ke halmahera. melewati laut yang teramat kaya dengan ikan yang luar biasa.melewati pegunungan yang indah. sebelum akhirnya kami tiba ke tobelo. aku ingat betapa enaknya lobster disana.

kami pulang dalam badai. hujan baru saja reda, dan rintik di lautan. aku melihat pelangi. that was the most beatiful rainbow in my life. setelah itu kami makan ikan mata bulan dengan bersemangat.

pulau yang ini seperti candu. selalu menagihku untuk kembali. ternate, here i come.......
 
posted by kembang_jepun at 12:24 PM | Permalink | 0 comments
Thursday, June 09, 2005
apa sih maksudmu?
sebenarnya apa yang kau minta dari aku? ide menarik seperti apa sih yang kau mau? masak yang menuntutku seperti orang lain?:( tahu gak, every person is unique.. grhhh
 
posted by kembang_jepun at 11:13 AM | Permalink | 0 comments
Monday, June 06, 2005
quarter life crisis
quarter life crisis. krisis seperempat abad. minggu kemarin, adalah sehari bersama ipink, teman kuliah, teman seperjuangan waktu kuliah.

pagi itu kita bicara tentang banyak hal. sampai pada akhirnya kita sampai pada kesimpulan: quarter life crisis. krisis yang dialami oleh orang berusia 25an. masa-masa rentan stress, depresi, atau kecemasan dalam kehidupan. aku juga cemas. aku sempat berpikir bahwa aku sendirian. tapi ternyata tidak.

masa dimana impian-impian beberapa tahun yang lalu mulai terbayarkan. masa dimana sedikit-demi sedikit kita mewujudkan keinginan-keinginan. mulai menjadi the breadwinner meskipun bukan the only breadwinner. mulai mendapatkan tuntutan dari banyak hal: keluarga, teman, kolega di tempat kerja, dan pasangan. mulai dituntut bertanggung jawab pada perekonomian keluarga, mulai suka ditanya-tanya kapan menikah, mulai berada di lingkungan kerja yang penuh tekanan--atas waktu, need of achievement, kualitas, dan ketepatan kerja. masa dimana diri kita mulai matang--dorongan tubuh yang mulai lengkap, cantik, cerdas dan pintar, punya pekerjaan, punya cita-cita yang banyak dan tinggi dan mulai punya uang untuk membeli kebutuhan yang diinginkan.

tapi disisi lain, segala keberhasilan yang mulai ditangan harus dibayar dengan harga yang mahal pula. mulai merasa kesepian. mulai kehilangan teman dan sahabat--karena banyak diantara mereka yang telah pergi ke luar kota, mulai sering konflik dengan keluarga dan pasangan, baik pacar atau suami. mulai merasa harus menata hati sendirian. meski kita takut. mesti kita cemas. mesti kita kalut. memastikan diri kalau semua akan baik-baik saja. meski kita terkadang rapuh.

seorang teman bercerita kalau mungkin dia akan bercerai karena bertengkar dengan suaminya. seorang teman bercerita kalau dia harus menghidupi keluarganya. seorang teman bercerita kalau dia tidak bisa mewujudkan impiannya ke jakarta karena harus menemani ibu di masa tuanya. seorang teman bercerita kalau dia berkonflik dengan bosnya. seorang teman mengeluh karena tak juga mendapat pekerjaan. seorang teman mengeluh tak punya pacar. seorang teman mengeluh pacarnya tak kunjung menikahinya. seorang teman tertawa. dia baik-baik saja.

kemarin bersama ipink. menghabiskan waktu tertawa-tawa di kamarnya. melihat hasil photo box kita kemarin dan bergumam narsis how beautiful we are. siang ke rumah mbak ika kakaknya, mengobrol bersama. sebelum ke sana kami makan bakso. sore kami makan siomay lagi. pokoknya sehari makan-makan mulu...:)setelah itu kita ke butik di sebelahnya belanja belanji barang yang mungkin kagak ada gunanya. kami tertawa. toh kita masih mirip anak SMA ya?

minggu depan atau bulan depan dia akan dilamar. oleh seorang pria tampan, mapan, dan baik yang belum lama dikenalnya. hatinya mengatakan iya, tapi tetap saja dia merasa tak yakin jika dia akan membuat keputusan yang tepat.

tenanglah. kita pasti akan baik-baik saja.
 
posted by kembang_jepun at 7:26 AM | Permalink | 0 comments
Saturday, June 04, 2005
email
today is a hectic day. a day long in my office--as usual, being a proposal maker:P hiks seharusnya sabtu 5 hari kerja. sibuk sana sini bikin proposal yang templatenya aduh teknis banget..kayana yang bikin tuh orang-orang eksak deh:)

tapi email siang ini membahagiakanku. dari east west center departement sociology university of hawaii at manoa. wooiii...aduh..ngomong apa ya...emm, besok aja ya....soalnya belum apa-apa. masih tiiiiiiiiiiiiiit:D
 
posted by kembang_jepun at 1:17 PM | Permalink | 0 comments
jawaban versi edy sr/wah pertanyaanmu berat nduk :)
tapi aku akan coba jawab (lagi) tt apa yg bikin hidupku lebih hidup. tentu dengan versi terkini dan dengan beragam revisi yang lebih membuka otak dan hati. lebih melegakan pikiran dan emosi... walah malah kedowo-dowo bikin pengantar :D
kalo ditanya itu, tentu aku akan punya jawaban panjang dan beragam. karena kupikir pertanyaan itu gampang dilontarkan dan ga sederhana jawabnya. tapi karena aku sadar bahwa karakter media online itu pake logika "detik", maka aku akan jawab dengan jawaban top of mind-ku, biar jawabanku lebih singkat-padat-memikat... walah isih kedowo-dowo maneh gawe pengantare :D
yang paling bikin hidupku lebih hidup adalah "keyakinanku bahwa hidup HARUS BERGERAK". makanya, di kamusku ada satu kata yang hilang yaitu kata MAPAN. aku dari dulu selalu menolak kata itu. karena buatku kata itu hanya untuk orang yang apatis, pesimis, stagnan dan mentok. selama ini, kata itu yang kuanggap melegalkan orang pensiun dini, merasa cukup dan berhenti, membuat orang jadi malas, dan bikin orang diam karena telah merasa berbuat segalanya.
"keyakinanku bahwa hidup HARUS BERGERAK" inilah yang mendorongku untuk jadi orang yang workaholic agar selalu bisa bergerak membelah detail hidup yang bahkan mungkin mustahil.
"keyakinanku bahwa hidup HARUS BERGERAK" telah membuatku mencoba memilih jadi graphicaholic karena aku masih merasa punya penasaran besar atas dunia grafis dan tetek bengeknya.
"keyakinanku bahwa hidup HARUS BERGERAK" juga telah menjadikan aku orang yang luvaholic karena aku merasa cinta merupakan salah satu yang selalu kian menghidupi kita. aku percaya bahwa kita ga cukup hidup hanya dengan LOVE tapi kita butuh LOVING.
"keyakinanku bahwa hidup HARUS BERGERAK"-lah yang hingga kini membuatku percaya bahwa sinergi workaholic, graphicaholic & luvaholic akan mampu membunuh waktu sembari aku mengalir menikmati segala prosesi hidupku dari waktu ke waktu.
wis... rasah serius-serius baca emaile. ayo senyum biar ga manyun ;)
ain, kamu yakin mau muat ini ke blogmu? emang kamu berani bayar royalti berapa ke aku? karena di tulisanku ada 2 istilah yang udah kupatenin (tanda R di dalam lingkaran, di atas istilah graphicaholic & luvaholic)
balas ya... kutunggu komentarmu tt jawabanku ini dan tentu saja perbincangan royalti atas hak patenku di graphicaholic & luvaholic
he-he :D
edysr
 
posted by kembang_jepun at 5:41 AM | Permalink | 0 comments
apa yang membuat hidup lebih hidup
Apa yang Membuat Hidup Lebih Hidup?

Pertanyaan ini sebenarnya diajukan oleh temanku dari Jakarta, tapi aku tertarik juga untuk bertanya tentang ini sekaligus membuat survey kecil pada temen-temen lewat sms. Ni jawaban yang macam-macem; mulai dari lucu, serius, and anehJ eh, ada hadiahnya looo…ada yang langsung jawab malem itu, ada yang jawabnya baru paginya.

20.30 Esy
apa ya…mungkin dng banyakmberi, mbantu orang lain. Bagiku it brarti hdpku lbh bermakna, bguna..

20.54 Mbak Didin Bangkok
jwban gw ya ngeblog itu neng….

21.00 Ririn
yg bikin hdp lbh hdp adl ADA. Ada cinta, ada gembira, ada suka, ada sedih, ada luka, ada bhagia, dst. ADA-ADA aja deh pokoknya…hehee

21.02 Anas AG
Selalu berpikir positif!..dan tetap memandang air di dlm gelas tetap penuh !

21.10 Sigit IP
Bahwa kita punya bnyk hutang budi pd orang laen J

21.11 Indra
wah kamu lg down ya ? J jwban versiku: org2 dkat (tmn, pacar, kluarga, dll) dan aktivtas yg asik (jurnalistik, bca buku, angkringan, wirausaha, dll) kalo kmu apa rul?

21.27 Ali Polok
ketika kita memaknai hdp sbg ikhtiar utk keluar dari lorong kelam mjd cahaya

21.43 Sugi Ternate
mungkin klise bgt, tp dia bs jd inspirasi thebat: ikhlas. Tmasuk di dlmnya proses belajar utk ikhlas, dan mjaga spy ttp ikhlas. D kehidupanku skrg, py suami+anak, mrantau di t4 yg sgt jauh dr ortu+tmn2, sring jnuh, lelah, dll. Cuma rasa ikhlas yg bikin energiku tcharge lg, mg bs jd tamb suntikan smangat bwtmu yJ

21.39 Rini
sbnarnya yg membuatku smgt hdp adl melihat kmiskinan, aq ingin hdp n d smthing. Slain itu, ada cinta yg mmbuat hdp kt jd lbh hdp kan hehe

21.39 Mbak Tia
yg mbuatku hidup adlh mbebaskan tubuhku dr tekanan, mbebaskan pikir dg menulis, mbebaskan jiwa dg pbebasan tubuh dan pikiran

21.43 Indri
jwbannya agak2 klise neh, klo mnrtku hdp bsa mnj lbh hdp klo aku bsa mnggali potensi yg blm trgali, menemukan aku ternyata bsa lbh baik dr skrg, baik soal kja, pnghasln, conta he2..

21.45 Thowaf Z
jawabane ki ketoke kawin.

21.46 Aviet
That’s right sis…ak bner2 btuh suntukan smangat neh..apalg klo lg bnyk mslh yg mnekan kta dr brbagai sisi…kbr baek ap neh dr mbakyuku ini? Sdh mau nikah kahJ

21.47 Ali Polok
kt jg akan smkn mrs hdp ktk kt menyadari bhw kt bmakna bg org lain. Nurul pasti sdg pnya mslh?! Rilez! Pecahkan 1 bolam bekas atau bkr slmbr krtas n maslh slesai

21. 53 Adi Baskoro
kalo saat ini jwbku, aku pengen bs py rmh di yogja, restoran, kos2an, toko buku, prcetakan&taman kanak2:D

08.38 Robert Agung Marhaenis
Soey, I’m wake up late. That’s simple question but not simple to answer. But I have simple answer. Rasa peduli n perhatian! Jika kita msh punya itu n msh ada orang yg memberikannya pada kita kurasa hidup ini akan nikmat dan bergairah untuk dijalankan, just think life is beautiful. Do u feel the same?

09.26 Veronika
Optimisme+ good living kalee…sori br bales, lg di JKT neh

Ne..pemenangnya…

Penjawab terlucu dan terunik: Thowaf dan Mbak Didin
Penjawab terserius: Sugi
Penjawab tersemangat: Ali (sampai 2 kali lo…)
Penjawab yang pendapatnya tidak dimuat : Mas Fatchur (habis jawabnya lewat telpon sih J)
Penjawab paling laen: Edy SR soalnya dia bilang maunya di email aja
 
posted by kembang_jepun at 5:38 AM | Permalink | 0 comments
Wednesday, June 01, 2005
tribalistas
emm...tribalistas...ini grup musik asal brasil. waktu aku buka situsnya lewat search engine, aku baru tahu kalo grus ini terkenal baget di negerinya--terdiri dari 3 personel, dua laki-laki dan satu perempuan, aku lupa namanya latin banget.

sejak pertama kali denger grup ini aku juga langsung suka. yang membawa virus tribalistas ini adalah david nyheim, konsultan di undp yang kebetulan waktu itu lagi kerjasama dengan kantor kami. kalo dia ngetik pake laptopnya di ruangan kantor kami, pasti yang kedengaran suaranya tribalistas. trus jeng didin sudidin ketularan..aku agak curiga, sebenarnya ibu itu sukanya ama tribalistasnya, ato pura-pura suka biar ada bahan ngobrol ama si david yang emang kaya james bond itu ye..?hehe, pisss mbak! david menghadiahi mbak didin cd tribalistas itu..alamak!!david punya stock berapa ya? akhirnya ruangan di kantor kami jadi 'tribalistas area'. asyik banget lagu-lagunya. dasarnya aku suka banget ama musik etnik yang aneh..apalagi mbak didin gencar berpromosi.

trus karena aku kepengen juga ngopi itu di komputerku,aku coba kukopi. wah susah banget, rupanya cd itu diprotek. saking sukanya aku bela-belain ngontak temanku yang jagoan kompuer. yeah, dengan kelicikannya dia berhasil ngebobol cd itu. jadilah aku punya cd tribalistas.

karena kantor kami yang berantakan plus komputer yang agak bervirus plus cd player yang mleyat-mleyot, aku jadi agak males dengerin tribalistas dari sini. lamaa banget gak denger tribalistas. di sini ga ada yang jual, sempet hunting di sarinah dan citos jakarta juga ga ada. sempet nitip mbak didin untuk beliin cd itu di bangkok--hehe, pasti lupa. trus waktu aku ke bkk juga aku lupa nggak nyari. sempet ingat waktu transit di singapur dan aku nyari. tapi ternyata disana juga gak nemu.

sedihnya, aku melupakan tribalistas itu. paling sekali-kali denger dri situsnya--tapi cuma sample song aja.

nah, kemaren, beberap hari yang lalu, aku bersih-bersih dan gak sengaja nemu cd itu. aku coba setel di komputer rumah ternyata masih bagus lo..wahhh..aku bisa dengerin carnavalia dan e voce lagi...dua lagu yang jadi favoritku di cd itu...

ingat tribalistas jadi ingat mbak didin..mbak aku bikin tulisan tentang tribalistas neh..kalo dikasih judul yang sok puitis jadi..."aku, tribalistas, dan ibu didin sudidin:)
 
posted by kembang_jepun at 11:01 AM | Permalink | 1 comments
ulang tahun pernikahan
Daisypath Ticker